Malam kemarin (3/08), seperti biasa saya cek facebook, twitter dan kompasiana. Di facebook ada beberapa teman yang sedang online. Ada satu orang yang menarik saya untuk menyapanya. Puput (25), gadis ini berasal dari Sumedang, Jawa Barat.
Obrolan basa-basi seperti biasa saya awali. Dan setelah suasana sedikit cair. Saya pun berusaha lebih mendalami seperti apa sosok seorang gadis muda yang terlihat modis dan enerjik ini.
Rupanya dia merupakan salah seorang pekerja migran di Jepang. Sebagai orang yang belum pernah keluar negeri, saya antusias untuk bertanya bagaimana kehidupan di Jepang. Dia menuturkan bahwa hidup di Jepang memang nyaman, lebih tertata dan disiplin. Meski tekanan dalam pekerjaan yang menuntut ekstra tenaga.
“Ya, selain pekerjaan, yang lain sih enak, bersih dan teratur” terang gadis geulis kelahiran Sumedang, 15 agustus. Dia sendiri ditempatkan di Nara, 2 jam perjalanan dari Osaka. Obrolan berlanjut sampai saya bertanya apa yang bikin dia terdorong untuk bekerja dan bertahan dengan tekanan hidup di negeri yang jauh ini.
Puput menjelaskan motivasinya adalah karena melihat banyak orang susah cari kerja. Serta banyak keluarga yang berjuang demi anaknya agar lebih sukses. “Yang paling penting aku pengen buat sekolah buat anak-anak ga mampu, Alhamdulillah sekarang udah setengah jalan”.
Nah, pada titik ini saya jadi antusias menggali lebih jauh mengapa gadis cantik modis seperti dia begitu tertarik pada pengembangan pendidikan di negeri ini. Saat kebanyakan orang lebih sibuk mengumpulkan pundi-pundi uang untuk pensiun dan kebutuhan pribadi. Dia justru tengah mengusahakan berdirinya institusi pendidikan bagi keluarga tidak mampu.
“Lha, daripada anak-anak kemana-mana dan bikin nakal, ya mending sekolahin aja. Aku cinta anak-anak Indonesia” Lanjut si gadis yang hobi masak ini. Apa yang ia lakukan ini karena cintanya pada perkembangan anak-anak di Indonesia, terutama di daerahnya, Sumedang. Di kampung halamannya, ia menyaksikan banyak siswa yang harus putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan karena alasan klasik, uang.
Saat ditanya darimana dia bisa dapat uang untuk membeli tanah dan membangun sekolah itu, terutama biaya operasional sekolah tersebut. Dia menjawab bahwa ini semua berkat Yang Maha Kaya. Selalu ada jalan bagi kebaikan, yakinnya.
“Tanah dari kakek, karena aku yang merawat beliau waktu beliau sakit keras. ya sedikit demi sedikit (penghasilan) aku tabung buat bangun, ama (ada) bantuan dari saudara dan warga lain juga.” Sementara guru, sengaja ia memilih orang yang mau bekerja keras untuk kemajuan pendidikan dengan gaji yang tidak mahal.
Sekolah yang dibangunnya saat ini merupakan sekolah diniyah. Sekolah ini lebih menitikberatkan pada pendidikan agama. Saat ini sekolah tersebut telah berjalan selama 4 bulan dengan jumlah siswa yang terus meningkat.
“Alhamdulillah, saya sangat bahagia melihat mereka bisa belajar” aku gadis dengan tinggi 162 cm ini yang punya motto hidup ‘pendidikan adalah tiang kehidupan‘. Satu keinginannya yang belum tercapai adalah mendirikan sekolah umum (bukan agama seperti diatas) bagi anak-anak tidak mampu.
Begitu obrolan ini diakhiri, saya sadar, bahwa masih ada banyak orang lain yang peduli akan negeri ini. Tapi masih sedikit yang mau beraksi langsung. Jika saja ada satu ‘puput’ di tiap kampung, mungkin lain cerita nasib bumi pertiwi.
Liputan Chairil Anam di
http://sosok.kompasiana.com/2011/08/04/gadis-cantik-ini-berjuang-untuk-pendidikan/
subscribe to comments RSS
There are no comments for this post